Jumat, 14 Agustus 2020

Tradisi yang Menghilang

 Gambar mungkin berisi: makanan

 

 Ada beberapa tradisi yang biasa keluarga kami lakukan menjelang bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Sejak aku sudah bisa mengingat peristiwa yang ada di bumi ini hingga buyut, nenek dan ibuku meninggal, kami selalu melakukannya. Namun saat buyutku meninggal, ada tradisi yang mulai tidak dilakukan. Setelah nenekku meninggal, beberapa tradisi menghilang. Dan sejak ibuku meninggal 4 tahun lalu, semua tradisi yang dulu kami lakukan benar-benar menghilang.
Terus terang aku sangat merindukan tradisi-tradisi tersebut. Ingin rasanya menghidupkan semua tradisi tersebut. Namun sepertinya kondisi yang ada tidak menunjang untukku melakukan berbagai tradisi jaman aku kecil. Tapi kalau aku mau berusaha, beberapa tradisi yang masih relevan dengan zaman sekarang bisa saja aku lakukan bersama anakku.
Dulu, saat aku masih kecil, menjelang Ramadhan kami mempunyai tradisi berziarah atau 'nyekar' ke makam-makam leluhur kami. Mulai yang berada di pemakaman kota sampai yang di kampung. Semua makam leluhur kami ziarahi. Aku paling suka saat moment menabur bunga.
Bunga-bunga yang kami tabur adalah hasil dari aneka bunga yang ditanam nenekku di pekarangan rumah. Kami tidak terbiasa membeli bunga tabur di areal pemakaman. Makanya bunga-bunga yang ditabur di makam leluhur kami biasanya berbeda dengan bunga-bunga yang ada di makam lainnya. Ziarah kubur biasanya kami lakukan seminggu sebelum Ramadhan.
Pada hari pertama Ramadhan, kami sekeluarga wajib berbuka puasa di rumah. Jadi saudara-saudara yang tinggal di luar kota biasanya pulang kampung untuk 'munggahan'. Sebutan yang kami berikan untuk acara buka bersama di hari pertama puasa. Tidak ada yang berani melanggar tradisi tersebut. Karena dipastikan akan mendapat wejangan panjang lebar dari buyut kami.
Saat masih ada buyutku, sejak hari pertama puasa, kami sudah mulai membuat aneka penganan untuk Idul Fitri nanti. Dimulai dari keripik ketan hitam, kerupuk gendar, kue satu, kue rangi, rengginang aneka rasa, kecimpring, kue kembang goyang, aneka kue kering diakhir oleh kue bolu dan puding santan saat malam takbiran.
Setiap hari kami membuat aneka penganan tersebut. Hingga nyaris aku tidak pernah merasakan lapar dan haus saat melaksanakan puasa karena sibuk membantu buyut dan nenekku membuat aneka penganan tersebut. Apalagi sehari menjelang Idul Fitri, buyut dan nenekku sudah sibuk membuat ketupat. Rasanya enak sekali karena ketupatnya dibuat diatas perapian bukan kompor. Wangi daun kelapanya dan warna kemerahannya membuat kami para cucu beliau sangat menggemari ketupatnya.
Setelah buyutku meninggal, tradisi membuat aneka keripik dan rengginang mulai tidak dilakukan. Nenekku hanya meneruskan tradisi membuat aneka kue kering dan makanan menjelang malam takbiran saja. Karena berkurangnya kesibukanku diawal Ramadhan, maka nenekku memasukkan aku ke sekolah agama. Maksudnya agar aku tetap ada kesibukan untuk mengisi liburan Ramadhanku.
Zaman aku kecil dulu, setiap bulan Ramadhan, sekolah libur sebulan lebih. Kami baru masuk sekolah lagi seminggu setelah Lebaran. Namun selama liburan tersebut kami tetap ada tugas yang harus dikumpulkan saat masuk kembali ke sekolah nanti. Ramadhan masa kecilku dulu benar-benar terasa menyenangkan.
Tradisi-tradisi tersebut tetap dilakukan sampai aku menikah dan mempunyai anak. Namun, setelah nenekku meninggal, tradisi membuat kue bolu dan puding santan saat malam takbiran, tidak pernah dilakukan lagi. Ibuku meneruskan tradisi membuat kue kering, walau macamnya tidak sebanyak yang nenekku buat, dan masak di malam takbiran. Tanpa kue bolu dan puding santan. Aku mulai kehilangan tradisi tersebut, namun memaklumi karena tidak mungkin ibuku melakukannya sendiri.
Ya, kami anak-anaknya sudah berumah tangga. Jarang kami bisa berkumpul secara komplit pada hari Lebaran karena kami biasa bergantian untuk berlebaran di mertua-mertua kami. Sehingga tidak mungkin bagi kami untuk selalu membantu mama memasak saat malam takbiran. Zaman sudah berubah, tradisi pun ikut berubah.
Setelah ibuku meninggal, semua tradisi tersebut tidak lagi dilakukan di keluarga besar kami. Aku benar-benar merasa kehilangan. Namun memang kondisi juga tidak memungkinkan. Beberapa kali aku mencoba menghidupkan kembali tradisi membuat kue kering dan kue bolu dirumahku, tapi rasanya tetap berbeda dengan masa kecil aku dulu.
Aku rindu masa-masa membantu buyut dan nenekku membuat aneka penganan Lebaran. Aku rindu dengan segala kebiasaan yang kami lakukan dulu. Mungkinkah aku menghidupkan lagi tradisi-tradisi tersebut di keluarga kecilku ini?

 

Tidak ada komentar: