Sabtu, 30 November 2019

Impressive Communication for Couple

Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila  tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi nonverbal.
Menurut Professor Albert Mehrabian, yang menjadi pionir komunikasi sejak 1960an, komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menarik dan interaktif antara pihak-pihak yang terkait atau yang disebut dengan Impressive Communication. Komunikasi ini meliputi :
  • Postur, gestur dan bahasa tubuh sebesar 55%
  • Tonalitas, warna nada, tempo dan volume sebesar 38%
  • Kata kunci dan gaya komunikasi sebesar 7%
Dalam sebuah rumah tangga, komunikasi adalah salah satu hal yang sangat berperan penting dalam menjalin sebuah hubungan suami-istri yang harmonis. Komunikasi menjadi sangat penting dikarenakan :
1.      Hubungan yang baik berawal dari saling bicara dan terbuka
2.      Bisa saling jujur dan percaya
3.      Meminimalkan salah paham
4.      Meningkatkan keintiman
5.      Menjadi pendengar yang baik
Namun tidak semua pasangan suami istri mengalami kelancaran komunikasi. Ada beberapa permasalahan yang menghambat komunikasi diantara suami istri, diantaranya :
1.     Dua kecenderungan
Secara teoritis, dalam setiap diri manusia memiliki dua kecenderungan kepribadian, yaitu sebagai pribadi terbuka (ekstrovert, yaitu mereka yang lebih mudah bergaul dan terbuka kepada orang lain ) dan pribadi tertutup (introvert, yaitu mereka yang lebih sulit bergaul dengan orang lain dan merasa lebih aman jika bersikap menutup diri terhadap orang lain).
2.     Saluran komunikasi terhambat
Jika dalam komunikasi itu salah satu saluran komunikasinya mampat atau tersumbat, maka informasi yang harusnya mengalir akan terhambat pula. Sedangkan lancar-tidaknya informasi mengalir, akan menentukan kualitas komunikasi di antara keduanya.  
3.     Beda persepi
Perbedaan persepsi pria dan wanita mengenai hal-hal yang dianggap perlu atau tidak perlu untuk diinformasikan.
4.     Didikan masa kecil
Sejak  kecil, laki-laki telah dibiasakan untuk tidak mengutarakan isi perasaan atau pikirannya kepada orang lain. Mereka telah dididik untuk mampu menahan semua itu, karena mereka dituntut untuk menjadi kuat. Sebaliknya perempuan, mereka dianggap wajar jika menangis atau mengeluh sekalipun, sebab mereka tak harus menjadi kuat.
Pasangan suami istri tidak hanya perlu mengetahui apa yang menjadi permasalahan dalam berkomunikasi, namun harus mengetahui berbagai jenis pola komunikasi yang menarik dan efektif. Menurut Farid Poniman dalam konsep STIFIn yang dikembangkannya, terdapat beberapa pola komunikasi yang menarik dan efektif berdasarkan genetik yaitu :
1.      Komunikasi dengan menggunakan bahasa yang jelas, runut dan detil disertai dengan contoh nyata (Genetiknya orang Sensing)
2.      Komunikasi dengan menggunakan bahasa yang logis, jelas sebab akibatnya, fokus pada konsekuensi dan tidak mengulang (Genetiknya orang Thinking)
3.      Komunikasi dengan menggunakan analogi/metafor, berbagai kemungkinan dan alternatif (Genetiknya orang Intuiting)
4.      Komunikasi dengan menggunakan perasaan, tentang kepedulian terhadap lawan bicara (Genetiknya orang Feeling)
5.      Komunikasi dengan menggunakan kata-kata yang to the point, bukan kata-kata bersayap, menjawab hanya apa yang ditanyakan (Genetiknya orang Insting)


Image result for animasi suami istri romantis
Setelah mengetahui apa yang menjadi permasalahan komunikasi diantara pasangan suami istri dan pola-pola komunikasi yang ada, maka seyogyanya sepasang suami istri harus mampu memahami pola komunikasi pasangannya. Menurut Ustadz Bendri, solusi dalam manajemen konflik rumah tangga ada 2, yaitu fahami pola asuh pasangan kita (fenotip) dan fahami juga genetiknya.
Mengapa harus memahami fenotip dan genetik pasangan? Karena fenotif adalah pola asuh, didikan atau lingkungan yang menjadikannya seperti saat ini. Dimana cara berkomunikasinya pun akan mengikuti fenotipnya. Sedangkan genetiknya adalah cara berkomunikasi yang memang sudah diberikan oleh Allah untuk masing-masing orang.
Apabila seseorang dididik di lingkungan yang sesuai dengan genetiknya, maka pola komunikasi yang menjadi fenotipnya akan sama dengan genetiknya. Sebaliknya, apabila seseorang dididik di lingkungan yang tidak sama dengan genetiknya, maka pola komunikasi yang dimiliknya akan menyerupai fenotipnya. Namun suatu saat nanti, pola komunikasi genetiknya akan muncul disaat orang tersebut sudah merasa tidak nyaman dengan fenotifnya.
Oleh karena itu penting bagi setiap orang untuk memahami fenotip dan genotif pasangannya masing-masing. Dengan demikian akan terjalin komunikasi yang menarik dan efektif dengan pasangan sehingga terciptalah  keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Sebuah keluarga yang menjadi dambaan setiap pasangan.

Kamis, 28 November 2019

My Second Life


Image result for foto keguguran


Allahu Akbar......Allahu Akbar......
Aku masih berkutat dengan pekerjaanku saat terdengar suara adzan ashar dari hapeku. Bergegas aku ke toilet untuk berwudhu dan menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslimah, shalat ashar. Saat di toilet, tiba-tiba aku merasa perutku mulas. Dan saat aku cek, ada seberkas flek di celana dalamku. Aku gemetar ketakutan, teringat akan peristiwa keguguranku yang sebelumnya. Segera aku keluar lagi dan langsung kutelepon suami. Saat mendengar laporanku, suami langsung menyuruh aku ke rumah sakit, untuk kemudian kami bertemu disana.
Tiba di rumah sakit, aku langsung ke IGD. Suami belum tiba, tapi aku minta segera diperiksa. Saat dilakukan USG, ternyata denyut jantung janinku kurang bagus sehingga aku harus diberikan oksigen tambahan. Suami datang pada saat aku sedang dipasangi oksigen. Kemudian suami dipanggil oleh dokter jaga, aku tidak dapat menangkap pembicaraan mereka karena ruang tempat aku berbaring terletak agak jauh dari ruang dokter jaga.
Tak berapa lama, suami mengatakan bahwa aku harus dirawat setidaknya tiga hari untuk memperbaiki kondisi kehamilanku. Dokter mengatakan bahwa aku kecapean sehingga asupan gizi ke janinku menjadi terganggu. Menjelang tengah malam aku baru dipindahkan ke ruang rawat, suamiku minta ijin untuk pulang karena kasihan kepada anak-anak yang hanya bersama si mba dirumah.
Selama di rumah sakit, kondisi janinku membaik, detak jantungnya kembali normal dan aku sudah tidak mengalami flek lagi. Tiga hari dirawat, aku diijinkan pulang dengan syarat harus bedrest selama dua minggu. Aku berpikir, aku harus bisa pulih sebelum dua minggu mengingat pekerjaanku yang pasti akan semakin menumpuk saat kutinggal bedrest nanti. Jadi aku bertekad untuk menjalankan bedrest ini sebaik-baiknya agar bisa kembali pulih secepatnya.
Hanya dalam waktu seminggu aku sudah pulih. Pikiran akan pekerjaan yang menumpuk membuat fisikku cepat pulih. Disertai dengan perasaan bosan tidak bisa beraktivitas apa-apa selama bedrest semakin mempercepat proses pemulihanku. Satu minggu setelah keluar dari rumah sakit aku mulai kembali bekerja. Perasaan rindu akan suasana kantor membuatku semakin bersemangat untuk berangkat ke kantor.
Tumpukan  pekerjaan kembali menenggelamkan diriku dengan berbagai kesibukan, baik itu pekerjaan yang terkait administrasi maupun lapangan. Memang sejak aku mutasi ke bagian kredit, aku lebih sering berada di lapangan dibandingkan di ruang kantor. Karena pengajuan kredit terutama untuk nominal besar mengharuskan aku yang turun langsung dalam melakukan survey lokasi. Dikarenakan kesibukan di lapangan yang cukup padat membuatku terkadang lupa bahwa aku sedang hamil muda dan pernah mengalami keguguran sebelumnya.
Menikmati dan merasa nyaman dengan berbagai aktivitas di kantor membuat fisikku semakin kuat dan sejauh itu janinku pun baik-baik saja. Sampai pada saat sebulan setelah aku dirawat, aku mendadak pingsan dalam perjalanan ke kantor dalam kondisi menyetir pula. Alhamdulillah Allah Subhanahu wa Ta’ala masih melindungiku, pada saat aku pingsan itu, kondisi lalu lintas sedang macet total nyaris tidak bergerak. Sehingga saat aku sadar kembali, posisi kendaraan masih belum beranjak. Untunglah saat itu jarak ke kantor sudah dekat, dan atas kuasa Allah pula, tiba-tiba jalanan menjadi lancar.
Saat kembali menyetir, aku menelepon salah satu stafku untuk menunggu di lobby kantor. Dan ketika tiba di kantor, aku meminta tolong stafku tersebut untuk mengantarku ke rumah sakit. Dalam perjalanan ke rumah sakit, badanku tiba-tiba demam dan aku merasakan perutku sedikit mulas. Aku begitu ketakutan, merasa dejavu akan peristiwa keguguran sebelumnya.
Tiba di rumah sakit, aku sudah tak sanggup berdiri karena lemas akibat demam yang cukup tinggi. Aku tidak sempat menelepon suami, aku memutuskan meneleponnya setelah aku diperiksa oleh dokter saja. Dan setelah dilakukan USG, kembali denyut jantung janinku tidak normal, dan akupun kembali diberikan oksigen tambahan. Ketika dokter memutuskan aku harus dirawat, barulah aku telepon suami dan menceritakan apa yang terjadi. Menjelang siang hari, suamiku baru tiba di rumah sakit, saat aku sudah berada di ruang rawat.
Kali ini aku harus dirawat lebih lama dikarenakan kondisi janinku yang sudah memasuki usia 14 minggu kurang begitu bagus. Pertumbuhannya tidak sesuai dengan usianya. Aku merasa bersalah karena aku tahu ini disebabkan oleh kesibukanku bekerja. Aku bertekad akan mengikuti saran dokter agar janinku bisa bertahan. Masih terasa olehku sedihnya saat aku keguguran di kehamilanku yang kedua dan kelima. Dan aku bertekad tidak mau merasakan hal itu lagi.
Hampir seminggu aku dirawat. Di hari keenam, dokter mengijinkanku untuk pulang dengan syarat aku harus bedrest total di rumah selama sebulan. Hal itu dilakukan agar janinku bisa mendapatkan asupan nutrisi yang bagus sehingga mampu mengejar ketertinggalan pertumbuhannya.
Tiba dirumah aku benar-benar menjalankan perintah dokter. Aku masih trauma dengan keguguranku yang sebelumnya. Selama dirumah aku hanya tiduran di kamar dan turun dari tempat tidur apabila ada keperluan ke toilet dan mandi. Ketiga anakku dengan senang hati menemaniku bermain di tempat tidur. Shalat pun aku lakukan sambil berbaring. Selama itu alhamdulillah kondisi janinku semakin membaik. Perutku semakin jarang mules dan aku merasakan janinku sudah mulai ada pergerakan.
Hampir dua minggu bedrest, aku mulai berani berjalan-jalan dirumah. Dalam artian makan tidak lagi di tempat tidur tapi di ruang makan. Aku berpikir kondisi bayiku sudah membaik jadi aku harus belajar beraktivitas sedikit-sedikit. Baru dua hari aku mulai turun dari tempat tidur, saat suatu hari menjelang ashar aku terserang demam. Badanku panas dan aku merasa kedinginan yang amat sangat. Pendingin ruangan di kamar aku matikan tapi aku malah kepanasan. Akhirnya aku nyalakan kembali. Sebagai pengusir dingin aku menggunakan selimut tebal untuk membungkus tubuhku.
Aku tak sanggup menjalankan shalat ashar, cukup dengan niat dan isyarat mata saja. Menjelang maghrib, badanku semakin panas dan lemas. Saat suamiku pulang, dia menanyakan keadaanku yang tidak seperti biasanya. Aku hanya katakan sedang tidak enak badan saja. Saat suamiku sedang shalat maghrib, badanku semakin menggigil dan lemas. Aku mencoba memanggil suamiku untuk minta minum. Namun tak ada suara yang mampu kukeluarkan. Suamiku tidak menyadari kondisiku, dikiranya aku sedang tertidur.
Selesai shalat, suamiku keluar  kamar hendak makan malam. Anakku yang ketiga yang baru berusia 2 tahun masuk, dia bermaksud mengajakku bermain. Namun melihat aku tertidur, akhirnya dia hanya menyandarkan badannya ke punggungku. Tak lama dia keluar sambil berkata kalau dia kepanasan saat menyandarkan badannya ke punggungku itu.
Beberapa saat anakku keluar kamar, tiba-tiba kudengar suara teriakan suamiku. Aku kaget dan penasaran tapi tidak sanggup bergerak karena lemasnya badanku. Dengan berteriak suamiku bertanya kepada anakku tersebut apa yang terjadi kepadanya sampai badannya berlumuran darah.  Sambil berlari, suamiku masuk kamar dan menghampiriku kemudian menanyakan kondisiku. Melihat aku tidak merespon, suami menggoyangkan badanku dan menyibakan selimut tebal yang membungkusku. Dengan penuh kecemasan dan ketakutan, suamiku berteriak dan memanggil namaku. Ternyata seluruh tempat tidur sudah penuh dengan darah, itulah mengapa aku menjadi sangat lemas dikarenakan begitu banyaknya darah yang sudah keluar dari tubuhku.
Suami memapahku ke kamar mandi untuk membersihkan diri karena akan dibawa ke rumah sakit. Suami menyuruh si mba untuk menelepon mertua dan menceritakan apa yang terjadi, sekaligus meminta mereka untuk ikut mengantarku ke rumah sakit. Di  kamar mandi, dengan kondisi sangat lemas, aku dibantu suami membuka pakaian yang sudah penuh dengan darah. Saat aku membuka celana dalamku, tiba-tiba ada yang terjatuh. Refleks aku menangkapnya dengan tanganku, waktu kulihat ternyata itu adalah janinku yang sudah tidak utuh lagi. Aku melihat sosok janinku yang begitu kecil ddi telapak tanganku. Pandangan mataku nanar. Seketika aku tak sadarkan diri. Suamiku semakin panik, yang kuingat hanyalah teriakannya memanggil si mba untuk membantunya membersihkan badanku.
Dari cerita suami, saat itu sepanjang perjalanan ke rumah sakit aku mengalami pendarahan. Badanku dingin dan kesadaranku hilang, semua orang cemas karena aku tidak memberikan respon positif untuk sadar. Suami didampingi oleh ibu bapak mertua membawaku ke rumah sakit. Tak lupa bagian janinku juga dibawa. Aku tidak ingat apapun selama perjalanan ke rumah sakit. Aku hanya ingat ketika aku sudah tiba di rumah sakit, dan dikerumuni oleh dokter dan beberapa perawat.
Saat itu aku mengalami kejadian spiritual yang secara tidak langsung mengubah kondisi spiritualku. Pada saat tidak sadar, aku merasa rohku keluar dari jasadku dan melihat bahwa aku berbaring dikelilingi oleh dokter yang sibuk mengembalikan denyut jantungku dan para perawat yang sibuk melaksanakan perintah sang dokter. Ada yang mengurusi infus, ada yang mengambilkan alat suntik, dan sebagainya. Aku juga melihat suamiku yang tampak panik dan bingung diluar ruangan IGD. Aku bingung dan belum sepenuhnya menyadari apa yang sedang terjadi.
Saat aku kebingungan seperti itu, tiba-tiba aku melihat seberkas cahaya. Seakan ada yang menuntun, aku berjalan pelan menuju cahaya tersebut. Tiba-tiba aku berada di suatu taman bermain dimana  ada seorang anak perempuan cantik dan putih serta berambut panjang. Anak tersebut memanggilku untuk menemaninya bermain. Segera kuberjalan menghampirinya, namun pada saat aku akan membuka pagar taman bermain tersebut, tiba2 aku mendengar anak ketigaku memanggilku dan mengatakan agar aku tidak meninggalkannya.
Aku bimbang, anak yang ditaman bermain itu (yang kuyakin adalah janinku yang telah gugur) memintaku menemaninya sementara anak ketigaku memanggil-manggil agar aku tidak meninggalkannya. Cukup lama aku bimbang sehingga akhirnya ketika aku mendengar anak ketigaku semakin keras memanggilku sambil menangis aku memutuskan untuk memilih dia. Kukatakan pada anak perempuan tadi bahwa belum saatnya aku menemaninya bermain karena kakaknya lebih membutuhkan aku sekarang. Dia tersenyum manis dan melambaikan tangannya.
Berjalan aku menjauhi taman bermain itu. Sesekali aku menengok ke belakang, kulihat anak perempuanku masih melambaikan tangannya dan tersenyum memamerkan giginya. Ingin rasanya kupeluk dia, tapi kutahan keinginanku. Namun  senyumnya tidak akan pernah kulupa sampai kapanpun. Kupejamkan mata mengenang senyuman itu.
Sesaat kemudian aku membuka mata dan bingung melihat orang-orang disekelilingku. Kubertanya apa yang terjadi kepada dokter yang berulangkali menyebut hamdalah melihat aku tersadar kembali. Seorang perawat memanggil suamiku sementara dokter menceritakan apa yang sudah terjadi. Sungguh kaget dan tak percaya aku mendengarnya. Masya Allah alhamdulillah, aku diberikan kesempatan hidup lagi oleh Allah.
Kejadian ini merupakan salah satu titik balik kehidupanku terutama dari segi spiritual. Aku menjadi semakin sadar untuk mendalami spiritual. Disisi lain, aku semakin tidak nyaman dengan pekerjaanku. Aku memutuskan untuk meminta pindah ke bagian lain selain kredit. Karena bagian kredit yang aku jalankan saat ini bertentangan dengan hati nuraniku. Namun aku harus lebih bersabar karena atasanku sudah digantikan oleh atasan perempuan yang mempunyai karakter keras. Kuterima keputusannya yang menolak permintaanku, kuanggap hal ini sebagai jalan Allah SWT untuk meningkatkan kesabaran dalam diriku.
Satu hal yang pasti, dari peristiwa tersebut aku belajar bahwa keihklasan seorang ibu terhadap anaknya sungguh luar biasa. Aku mengikhlaskan anakku yang gugur untuk kembali kepemiliknya demi menjaga anak-anakku yang sudah terlebih dahulu hadir. Seandainya saat itu aku tidak ikhlas, bisa jadi aku mengambil keputusan yang salah. Dan besar kemungkinan saat ini aku tidak dapat menuliskan pengalamanku itu. Maha Besar Allah dengan segala kasih sayangNya.