Beberapa hari ini semua media baik tv maupun
online menghadirkan berita mengenai meninggalnya seorang aktor yang juga suami
seorang penyanyi. Si istri merasa terpukul dengan kepergian sang suami yang
begitu mendadak. Gencarnya berita tersebut ditayangkan di media, mau tidak mau
saya menjadi ikut terhanyut. Dampaknya saya menjadi penasaran lagi dengan
sinetron yang dulu pernah dibintangi oleh aktor tersebut. Judul sinetron itu
sama dengan judul tulisan saya ini, yaitu "Catatan Hati Seorang
Istri".
Ditengah keterhanyutan saya dengan berita terebut, saya
menerima curahan hati dari dua orang
klien dengan pengalaman yang sama, yaitu ditinggal meninggal oleh sang belahan
hati. Yang satu sudah ditinggal selama satu setengah tahun, sedangkan wanita
yang satu lagi baru ditinggal sekitar lima (5) hari lalu. Hal ini menjadi alasan
saya membuat tulisan ini.
Dan kondisi kedua klien tersebut saat ini
sama-sama drop alias sakit karena mereka masih terus teringat akan hal-hal
kecil yang manis yang suaminya lakukan. Saat ini mereka merasakan bahwa hal-hal
kecil tersebut begitu dirindukan dan mereka sangat menyadari kalau itu tidak
akan pernah mereka rasakan lagi. Perasaan merindu yang begitu dalam tanpa mampu
mengungkapkannya membuat fisik menjadi drop. Tanpa daya, jiwa yang kehilangan
pasangannya pun akhirnya ambruk, tak sanggup lagi menahan beban rindu yang
semakin berat.
Sehingga benarlah kata Dilan kepada Milea, jangan
rindu karena rindu itu berat. Dan saya sudah menyaksikan kenyataannya.
Pengalaman berbagi ini membuat saya berpikir, seandainya saya berada di posisi
kedua wanita tersebut, bagaimanakah kondisi saya? Apakah mampu tegar seperti
mereka atau malah terpuruk tak berkesudahan?
Selama ini saya merasa biasa saja disaat
berjauhan dengan suami. Mungkin dikarenakan kami terbiasa hidup terpisah dengan
seringnya suami ditempatkan ke daerah oleh kantornya. Kondisi tersebut membuat
saya menjadi istri yang lebih mandiri dalam artian meng-handle semua urusan
rumah dan anak-anak sendiri, suami hanya tahu beres. Terus terang, selama saya
menjadi istri, saya termasuk istri yang cukup abai kepada suami. Melayani
keperluan suami berdasarkan permintaan, bukan karena kesadaran. Apalagi suami
juga bukanlah tipikal suami yang menuntut istri itu harus full melayani.
Kejutan-kejutan kecil yang diberikan suami, saya
anggap biasa saja, sebagai kompensasi dari seringnya kami berjauhan.
Perhatian-perhatian yang diberikan suami, terkadang saya anggap lebay, apalagi
suami bukanlah termasuk orang yang romantis. Walaupun hal-hal tersebut membuat
saya merasa senang juga, hehehe....
Namun dengan adanya berita meninggalnya sang
aktor yang begitu mendadak dan gencarnya berita yang menunjukkan betapa
terpuruknya sang istri namun harus tetap tegar demi anaknya, saya merasa
diberikan "reminder" oleh Allah. Ditambah bertemu dengan dua orang
klien yang mempunyai pengalaman yang sama, membuat saya tersadarkan betapa saya
masih jauh menjadi istri yang baik untuk suami. Betapa saya masih menafikan
cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh suami selama ini.
Ditengah proses menulis ini, dari TV terdengar
lagu "Cinta Sejati"nya BCL, membuat emosi saya semakin terhanyut.
Saya pandangi suami yang sedang tertidur lelap, saya menyadari bahwa ternyata
tak sanggup untuk kehilangan dia. Apapun yang pernah terjadi diantara kami,
suka duka yang pernah kami lalui, nyatanya kami sudah menghabiskan waktu
bersama lebih dari separuh usia kami.
Saya kian menyadari dan memahami, mengapa saya
merasa biasa saja pada saat berjauhan dengan suami. Hal itu bukan disebabkan
karena kami terbiasa berjauhan atau rasa cinta diantara kami memudar, namun
lebih karena saya masih merasa bahwa walaupun suami jauh, namun dia akan
kembali ke rumah. Saya tidak menyadari bahwa usia adalah hak prerogratif Allah,
kapan saja Dia memanggil hambaNya, maka tak ada yang mampu menghalangi. Dan
saya lupa bahwa itu bisa terjadi kapan saja kepada saya. Bisa saya yang duluan
atau suami duluan, tapi intinya adalah sudah siapkah saya?
Jawabannya sudah pasti tidak akan pernah siap.
Namun satu hal yang saya rasakan dari peristiwa-peristiwa tersebut diatas
adalah betapa Allah begitu mencintai saya. DiberikanNya saya
"reminder" agar saya menjadi istri yang lebih menyayangi, mencintai
dan selalu bersyukur dengan semua cinta dan kasih sayang yang diberikan oleh
suami. Sehingga pada saatnya tiba nanti, entah siapa diantara kami yang lebih
dulu dipanggilNya, saya tidak merasa menyesal karena tidak memberikan yang terbaik
kepada suami. Satu hal yang saya inginkan saat tiba waktunya nanti, suami
merasa bangga beristrikan saya.
*This is dedicated to my beloved husband who
always support me in any moments any conditions. I love you with bunch of love,
proud of you and im proud being your wife...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar