Allahu Akbar......Allahu Akbar......
Aku masih berkutat dengan pekerjaanku saat terdengar suara adzan
ashar dari hapeku. Bergegas aku ke toilet untuk berwudhu dan menunaikan
kewajibanku sebagai seorang muslimah, shalat ashar. Saat di toilet, tiba-tiba
aku merasa perutku mulas. Dan saat aku cek, ada seberkas flek di celana
dalamku. Aku gemetar ketakutan, teringat akan peristiwa keguguranku yang sebelumnya.
Segera aku keluar lagi dan langsung kutelepon suami. Saat mendengar laporanku,
suami langsung menyuruh aku ke rumah sakit, untuk kemudian kami bertemu disana.
Tiba di rumah sakit, aku langsung ke IGD. Suami belum tiba, tapi
aku minta segera diperiksa. Saat dilakukan USG, ternyata denyut jantung janinku
kurang bagus sehingga aku harus diberikan oksigen tambahan. Suami datang pada
saat aku sedang dipasangi oksigen. Kemudian suami dipanggil oleh dokter jaga,
aku tidak dapat menangkap pembicaraan mereka karena ruang tempat aku berbaring terletak
agak jauh dari ruang dokter jaga.
Tak berapa lama, suami mengatakan bahwa aku harus dirawat
setidaknya tiga hari untuk memperbaiki kondisi kehamilanku. Dokter mengatakan
bahwa aku kecapean sehingga asupan gizi ke janinku menjadi terganggu. Menjelang
tengah malam aku baru dipindahkan ke ruang rawat, suamiku minta ijin untuk
pulang karena kasihan kepada anak-anak yang hanya bersama si mba dirumah.
Selama di rumah sakit, kondisi janinku membaik, detak jantungnya kembali
normal dan aku sudah tidak mengalami flek lagi. Tiga hari dirawat, aku
diijinkan pulang dengan syarat harus bedrest selama dua minggu. Aku berpikir,
aku harus bisa pulih sebelum dua minggu mengingat pekerjaanku yang pasti akan
semakin menumpuk saat kutinggal bedrest nanti. Jadi aku bertekad untuk
menjalankan bedrest ini sebaik-baiknya agar bisa kembali pulih secepatnya.
Hanya dalam waktu seminggu aku sudah pulih. Pikiran akan pekerjaan
yang menumpuk membuat fisikku cepat pulih. Disertai dengan perasaan bosan tidak
bisa beraktivitas apa-apa selama bedrest semakin mempercepat proses
pemulihanku. Satu minggu setelah keluar dari rumah sakit aku mulai kembali
bekerja. Perasaan rindu akan suasana kantor membuatku semakin bersemangat untuk
berangkat ke kantor.
Tumpukan pekerjaan kembali
menenggelamkan diriku dengan berbagai kesibukan, baik itu pekerjaan yang
terkait administrasi maupun lapangan. Memang sejak aku mutasi ke bagian kredit,
aku lebih sering berada di lapangan dibandingkan di ruang kantor. Karena
pengajuan kredit terutama untuk nominal besar mengharuskan aku yang turun
langsung dalam melakukan survey lokasi. Dikarenakan kesibukan di lapangan yang
cukup padat membuatku terkadang lupa bahwa aku sedang hamil muda dan pernah
mengalami keguguran sebelumnya.
Menikmati dan merasa nyaman dengan berbagai aktivitas di kantor
membuat fisikku semakin kuat dan sejauh itu janinku pun baik-baik saja. Sampai
pada saat sebulan setelah aku dirawat, aku mendadak pingsan dalam perjalanan ke
kantor dalam kondisi menyetir pula. Alhamdulillah Allah Subhanahu wa Ta’ala masih
melindungiku, pada saat aku pingsan itu, kondisi lalu lintas sedang macet total
nyaris tidak bergerak. Sehingga saat aku sadar kembali, posisi kendaraan masih
belum beranjak. Untunglah saat itu jarak ke kantor sudah dekat, dan atas kuasa
Allah pula, tiba-tiba jalanan menjadi lancar.
Saat kembali menyetir, aku menelepon salah satu stafku untuk
menunggu di lobby kantor. Dan ketika tiba di kantor, aku meminta tolong stafku
tersebut untuk mengantarku ke rumah sakit. Dalam perjalanan ke rumah sakit,
badanku tiba-tiba demam dan aku merasakan perutku sedikit mulas. Aku begitu
ketakutan, merasa dejavu akan peristiwa keguguran sebelumnya.
Tiba di rumah sakit, aku sudah tak sanggup berdiri karena lemas
akibat demam yang cukup tinggi. Aku tidak sempat menelepon suami, aku
memutuskan meneleponnya setelah aku diperiksa oleh dokter saja. Dan setelah
dilakukan USG, kembali denyut jantung janinku tidak normal, dan akupun kembali
diberikan oksigen tambahan. Ketika dokter memutuskan aku harus dirawat, barulah
aku telepon suami dan menceritakan apa yang terjadi. Menjelang siang hari,
suamiku baru tiba di rumah sakit, saat aku sudah berada di ruang rawat.
Kali ini aku harus dirawat lebih lama dikarenakan kondisi janinku
yang sudah memasuki usia 14 minggu kurang begitu bagus. Pertumbuhannya tidak
sesuai dengan usianya. Aku merasa bersalah karena aku tahu ini disebabkan oleh
kesibukanku bekerja. Aku bertekad akan mengikuti saran dokter agar janinku bisa
bertahan. Masih terasa olehku sedihnya saat aku keguguran di kehamilanku yang
kedua dan kelima. Dan aku bertekad tidak mau merasakan hal itu lagi.
Hampir seminggu aku dirawat. Di hari keenam, dokter mengijinkanku
untuk pulang dengan syarat aku harus bedrest total di rumah selama sebulan. Hal
itu dilakukan agar janinku bisa mendapatkan asupan nutrisi yang bagus sehingga
mampu mengejar ketertinggalan pertumbuhannya.
Tiba dirumah aku benar-benar menjalankan perintah dokter. Aku masih
trauma dengan keguguranku yang sebelumnya. Selama dirumah aku hanya tiduran di
kamar dan turun dari tempat tidur apabila ada keperluan ke toilet dan mandi. Ketiga
anakku dengan senang hati menemaniku bermain di tempat tidur. Shalat pun aku
lakukan sambil berbaring. Selama itu alhamdulillah kondisi janinku semakin
membaik. Perutku semakin jarang mules dan aku merasakan janinku sudah mulai ada
pergerakan.
Hampir dua minggu bedrest, aku mulai berani berjalan-jalan dirumah.
Dalam artian makan tidak lagi di tempat tidur tapi di ruang makan. Aku berpikir
kondisi bayiku sudah membaik jadi aku harus belajar beraktivitas
sedikit-sedikit. Baru dua hari aku mulai turun dari tempat tidur, saat suatu
hari menjelang ashar aku terserang demam. Badanku panas dan aku merasa
kedinginan yang amat sangat. Pendingin ruangan di kamar aku matikan tapi aku
malah kepanasan. Akhirnya aku nyalakan kembali. Sebagai pengusir dingin aku
menggunakan selimut tebal untuk membungkus tubuhku.
Aku tak sanggup menjalankan shalat ashar, cukup dengan niat dan
isyarat mata saja. Menjelang maghrib, badanku semakin panas dan lemas. Saat
suamiku pulang, dia menanyakan keadaanku yang tidak seperti biasanya. Aku hanya
katakan sedang tidak enak badan saja. Saat suamiku sedang shalat maghrib,
badanku semakin menggigil dan lemas. Aku mencoba memanggil suamiku untuk minta
minum. Namun tak ada suara yang mampu kukeluarkan. Suamiku tidak menyadari
kondisiku, dikiranya aku sedang tertidur.
Selesai shalat, suamiku keluar kamar hendak makan malam. Anakku yang ketiga
yang baru berusia 2 tahun masuk, dia bermaksud mengajakku bermain. Namun
melihat aku tertidur, akhirnya dia hanya menyandarkan badannya ke punggungku.
Tak lama dia keluar sambil berkata kalau dia kepanasan saat menyandarkan
badannya ke punggungku itu.
Beberapa saat anakku keluar kamar, tiba-tiba kudengar suara
teriakan suamiku. Aku kaget dan penasaran tapi tidak sanggup bergerak karena
lemasnya badanku. Dengan berteriak suamiku bertanya kepada anakku tersebut apa
yang terjadi kepadanya sampai badannya berlumuran darah. Sambil berlari, suamiku masuk kamar dan
menghampiriku kemudian menanyakan kondisiku. Melihat aku tidak merespon, suami
menggoyangkan badanku dan menyibakan selimut tebal yang membungkusku. Dengan
penuh kecemasan dan ketakutan, suamiku berteriak dan memanggil namaku. Ternyata
seluruh tempat tidur sudah penuh dengan darah, itulah mengapa aku menjadi
sangat lemas dikarenakan begitu banyaknya darah yang sudah keluar dari tubuhku.
Suami memapahku ke kamar mandi untuk membersihkan diri karena akan
dibawa ke rumah sakit. Suami menyuruh si mba untuk menelepon mertua dan
menceritakan apa yang terjadi, sekaligus meminta mereka untuk ikut mengantarku
ke rumah sakit. Di kamar mandi, dengan
kondisi sangat lemas, aku dibantu suami membuka pakaian yang sudah penuh dengan
darah. Saat aku membuka celana dalamku, tiba-tiba ada yang terjatuh. Refleks
aku menangkapnya dengan tanganku, waktu kulihat ternyata itu adalah janinku
yang sudah tidak utuh lagi. Aku melihat sosok janinku yang begitu kecil ddi
telapak tanganku. Pandangan mataku nanar. Seketika aku tak sadarkan diri.
Suamiku semakin panik, yang kuingat hanyalah teriakannya memanggil si mba untuk
membantunya membersihkan badanku.
Dari cerita suami, saat itu sepanjang
perjalanan ke rumah sakit aku mengalami pendarahan. Badanku dingin dan kesadaranku
hilang, semua orang cemas karena aku tidak memberikan respon positif untuk
sadar. Suami didampingi oleh ibu bapak mertua membawaku ke rumah sakit.
Tak lupa bagian janinku juga dibawa. Aku tidak ingat apapun selama perjalanan
ke rumah sakit. Aku hanya ingat ketika aku sudah tiba di rumah sakit, dan
dikerumuni oleh dokter dan beberapa perawat.
Saat itu aku mengalami kejadian spiritual yang
secara tidak langsung mengubah kondisi spiritualku. Pada saat tidak sadar, aku merasa
rohku keluar dari jasadku dan melihat bahwa aku berbaring dikelilingi oleh
dokter yang sibuk mengembalikan denyut jantungku dan para perawat yang sibuk
melaksanakan perintah sang dokter. Ada yang mengurusi infus, ada yang
mengambilkan alat suntik, dan sebagainya. Aku juga melihat suamiku yang tampak panik
dan bingung diluar ruangan IGD. Aku bingung dan belum sepenuhnya menyadari apa
yang sedang terjadi.
Saat aku kebingungan seperti itu, tiba-tiba aku
melihat seberkas cahaya. Seakan ada yang menuntun, aku berjalan pelan menuju
cahaya tersebut. Tiba-tiba aku berada di suatu taman bermain dimana ada seorang anak perempuan cantik dan putih
serta berambut panjang. Anak tersebut memanggilku untuk menemaninya bermain.
Segera kuberjalan menghampirinya, namun pada saat aku akan membuka pagar taman
bermain tersebut, tiba2 aku mendengar anak ketigaku memanggilku dan mengatakan
agar aku tidak meninggalkannya.
Aku bimbang, anak yang ditaman bermain itu
(yang kuyakin adalah janinku yang telah gugur) memintaku menemaninya sementara
anak ketigaku memanggil-manggil agar aku tidak meninggalkannya. Cukup lama aku
bimbang sehingga akhirnya ketika aku mendengar anak ketigaku semakin keras
memanggilku sambil menangis aku memutuskan untuk memilih dia. Kukatakan pada
anak perempuan tadi bahwa belum saatnya aku menemaninya bermain karena kakaknya
lebih membutuhkan aku sekarang. Dia tersenyum manis dan melambaikan tangannya.
Berjalan aku menjauhi taman bermain itu.
Sesekali aku menengok ke belakang, kulihat anak perempuanku masih melambaikan
tangannya dan tersenyum memamerkan giginya. Ingin rasanya kupeluk dia, tapi
kutahan keinginanku. Namun senyumnya
tidak akan pernah kulupa sampai kapanpun. Kupejamkan mata mengenang senyuman
itu.
Sesaat kemudian aku membuka mata dan bingung
melihat orang-orang disekelilingku. Kubertanya apa yang terjadi kepada dokter
yang berulangkali menyebut hamdalah melihat aku tersadar kembali. Seorang
perawat memanggil suamiku sementara dokter menceritakan apa yang sudah terjadi.
Sungguh kaget dan tak percaya aku mendengarnya. Masya Allah alhamdulillah, aku
diberikan kesempatan hidup lagi oleh Allah.
Kejadian ini merupakan salah satu titik balik
kehidupanku terutama dari segi spiritual. Aku menjadi semakin sadar untuk
mendalami spiritual. Disisi lain, aku semakin tidak nyaman dengan pekerjaanku.
Aku memutuskan untuk meminta pindah ke bagian lain selain kredit. Karena bagian
kredit yang aku jalankan saat ini bertentangan dengan hati nuraniku. Namun aku
harus lebih bersabar karena atasanku sudah digantikan oleh atasan perempuan
yang mempunyai karakter keras. Kuterima keputusannya yang menolak permintaanku,
kuanggap hal ini sebagai jalan Allah SWT untuk meningkatkan kesabaran dalam
diriku.
Satu hal yang pasti, dari peristiwa tersebut
aku belajar bahwa keihklasan seorang ibu terhadap anaknya sungguh luar biasa.
Aku mengikhlaskan anakku yang gugur untuk kembali kepemiliknya demi menjaga
anak-anakku yang sudah terlebih dahulu hadir. Seandainya saat itu aku tidak
ikhlas, bisa jadi aku mengambil keputusan yang salah. Dan besar kemungkinan
saat ini aku tidak dapat menuliskan pengalamanku itu. Maha Besar Allah dengan
segala kasih sayangNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar