Senin, 15 Juni 2020

Dinamika Belajar di Rumah : Happy Learning


            Tahun 2020 merupakan tahun yang tak akan terlupakan sepanjang masa oleh seluruh manusia di bumi ini. Betapa tidak, awal tahun ini diwarnai oleh pandemi yang bernama Covid-19. Berbagai negara di penjuru dunia menerapkan lockdown atau isolasi. Baik itu di level negara, kota, maupun perumahan. Semua dilakukan untuk mencegah penyebaran virus yang menjadi penyebab utamanya Covid-19, yaitu virus corona.

            Penerapan lockdown menyebabkan berhentinya berbagai aktivitas manusia, salah satunya adalah kegiatan belajar mengajar (KBM). Seluruh negara sepakat bahwa KBM di sekolah menjadi salah satu penyumbang terbesar dalam penyebaran virus Covid-19. Apalagi di jenjang TK dan SD, dimana anak-anak masih belum memahami sepenuhnya bagaimana melakukan pembatasan sosial. Yang akhirnya dibuatlah keputusan penyelenggaraan KBM secara daring atau belajar di rumah.

            Pelaksanaan KBM secara daring ternyata menimbulkan banyak keluhan dari berbagai pihak, terutama orang tua siswa. Mereka yang terbiasa hanya mendampingi anak-anaknya mengerjakan tugas sekolah, kini dengan belajar di rumah ini harus mampu mengajarkan berbagai materi pelajaran dan tugas  yang diberikan kepada anak, yang sebelumnya tidak sempat dijelaskan gurunya di sekolah. Waktu mereka yang biasanya dihabiskan untuk mengurus segala pernak pernik urusan rumah tangga, kini tersita hanya untuk menemani dan membimbing anak-anaknya belajar di rumah.

            Alhamdulillah  selama masa belajar di rumah ini, saya dan anak-anak hampir tidak merasakan hal tersebut diatas. Hal ini dikarenakan saya menerapkan cara belajar sesuai dengan genetik mereka masing-masing, sehingga mereka bisa belajar di rumah secara nyaman dan santai walaupun menghadapi materi pelajaran yang belum diajarkan oleh gurunya.

            Penting bagi kita sebagai orang tua untuk memahami cara belajar anak. Tidak setiap anak mampu memahami pelajaran yang diberikan secara daring. Oleh karenanya kita sebagai orang tua harus mampu mengatur strategi agar anak kita dapat melewati masa belajar di rumah ini dengan nyaman, kadar stress dan tingkat kebosanan yang minimal.

            Hal tersebut membutuhkan usaha baik dari orang tua maupun anak. Orang tua harus mengingat-ingat kembali pelajaran jaman sekolah dulu yang nota bene sudah menguap entah kemana. Tanpa strategi yang baik, orang tua dalam hal ini ibu akan kerepotan dalam membuat manajemen waktu antara mengurus rumah dan mendampingi anak belajar daring.

Anak juga harus berjuang memahami materi pelajaran yang baru baginya, yang gurunya tidak sempat jelaskan di sekolah. Memahami pelajaran baru bisa menimbulkan tekanan tersendiri kepada anak, apalagi tambahan tugas-tugas yang materinya belum mereka kuasai. Kondisi ini akan membuat anak menjadi semakin tertekan.

            Dalam laman merdeka.com tanggal 25 April 2020, Kak Seto selaku Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia mengakui banyak anak-anak yang mengalami stress setelah menjalani pembelajaran di rumah. Hal ini dikarenakan si anak harus belajar bersama orang tuanya. Salah satu penyebabnya adalah cara orang tua dalam menghadapi anak-anaknya dikala tiba-tiba harus menjadi guru di rumah.

            Menurut Kak Seto, anak-anak merasa tertekan karena orang tua cenderung  melakukan pemaksaan dalam memberikan penjelasan materi pelajaran. Walaupun sebenarnya pemaksaan ini bertujuan agar anak-anak memahami materi yang diberikan. Cara yang berbeda yang mereka terima di sekolah saat diajari oleh para gurunya.

                Kondisi-kondisi diatas tidak akan terjadi apabila orang tua memahami gaya belajar anak-anaknya secara genetik. Terkadang ada orang tua yang merasa bahwa gaya belajar anaknya adalah audio karena lebih suka mendengarkan. Namun belum tentu seperti itu karena lingkungan tempat si anak tinggal juga berpengaruh terhadap gaya belajarnya. Namun gaya belajar yang dipengaruhi lingkungan ini tidak akan memberikan hasil yang optimal, karena bukan genetik mereka.

            Gaya belajar yang sesuai dengan genetik si anak akan memberikan hasil yang lebih maksimal. Anak akan merasa nyaman karena belajar dengan gayanya sendiri, orang tua pun tidak stress karena bingung bagaimana menyuruh anak untuk belajar. Gaya belajar sesuai genetik ini sangat membantu orang tua di masa belajar di rumah ini.

            Bagaimana caranya agar orang tua mengetahui gaya belajar anak yang sesuai dengan genetiknya? Tentu saja tidak dengan serta merta orang tua memahaminya, harus dilakukan sebuah tes. Ada berbagai macam test untuk mengetahui karakter anak, namun hanya satu yang hasilnya adalah karakter genetik anak, yaitu STIFIn. Genetik disini bukan berarti turunan dari orang tuanya, tapi lebih kepada bawaan lahir. Karena karakter genetik ini tidak diturunkan oleh orang tuanya, bahkan anak kembar pun bisa memiliki karakter genetik yang berbeda. 

            Tahun 2009, anak pertama dan kedua saya melakukan tes STIFIn di sekolah TK nya. Saat itu menjelang kenaikan kelas. Anak pertama akan masuk SD, anak kedua akan naik ke TK B. Dari hasil tes tersebut, saya jadi mengetahui karakter genetik mereka. Dan menjadi panduan saya dalam mendidik mereka. Kepada setiap walikelasnya pun, saya selalu menjelaskan gaya belajar mereka. Sehingga para guru memahami bagaimana memotivasi mereka untuk belajar. Hasilnya anak-anak selalu berada didalam 5 besar terbaik di kelasnya.

            Anak ketiga saya dites STIFIn pada tahun 2013, di awal kelas 1 SD. Setiap kenaikan kelas, saya jelaskan bagaimana gaya belajarnya kepada walikelas. Walaupun minat bakatnya bukan di akademik, namun anak saya tersebut bisa memperoleh nilai akademis melampaui KKM yang ditetapkan.

            Anak keempat saya dites STIFIn pada tahun 2018, menjelang masuk SD. Sampai saat ini guru-guru yang mengajarnya mengatakan bahwa mengajar anak saya tersebut tidak membuat pusing kepala karena sudah tau celahnya. Seperti halnya dengan kakak-kakaknya, hasil tes STIFIn anak saya ini juga dijelaskan kepada walikelasnya agar mereka memahami gaya belajar anak saya tersebut. Walaupun tampak seperti tidak mengikuti pelajaran, namun nilai-nilai yang dicapainya mengesankan. Bahkan di sempat meraih nilai terbaik di kelasnya.

            Dan dimasa pandemi ini, saya benar-benar merasakan manfaatnya. Dengan berbagai tugas, ujian dan materi-materi pelajaran yang belum sempat dijelaskan di kelas, saya terapkan gaya belajar menurut genetik ini kepada anak-anak saya. Sehingga saya masih tetap  bisa mengurus rumah seperti saat mereka di sekolah, memasak sesuai waktunya seperti sebelum ada pandemi.

            Keempat anak saya bisa saling berkolaborasi dalam melakukan pembelajaran di rumah ini. Sejak mengetahui karakter genetik masing-masing anak, saya memang sudah menjelaskan kepada mereka bagaimana karakter dia dan saudara-saudaranya. Bagaimana cara belajar masing-masing, sehingga saat pembelajaran di rumah mereka bisa kompak melakukannya dengan nyaman dan santai.

            Anak-anak bisa melakukan “happy learning” dalam kebersamaan yang selama ini jarang dirasakan akibat dari kesibukan di sekolah masing-masing. Si kakak bisa membantu menjelaskan materi pelajaran kepada si adik. Sebaliknya, si adik bisa membantu si kakak untuk tugas-tugas terkait prakarya. Sungguh suasana yang menyenangkan untuk kita sebagai orang tua, bukan?

            Oleh karena itu, saya menyarankan agar para orang tua mengetahui karakter genetik anaknya. Karena bukan hanya bermanfaat untuk selama masa pendemi saja, namun  juga untuk sepanjang kehidupan mereka. Saya sudah merasakan manfaat tes pengenalan karakter yang sudah dilakukan kepada anak-anak. Harapan saya, para orang tua yang lain pun bisa merasakan hal yang sama.

            Kesuksesan seorang anak adalah hasil dari pemahaman orang tua terhadap karakter si anak. Sehingga si anak akan dididik dan dibimbing sesuai dengan karakternya. Anak dan orang tua akan merasakan kenyamanan dan kelekatan, sehingga terciptalah yang namanya “Happy Learning dalam Kebersamaan”.

Tidak ada komentar: